Search it here

Jumat, 18 Mei 2012

Kekanak-kenakan di Usia Tua

Berawal dari kesadaran saya untuk mengingatkan salah satu teman kos yang usianya jauh di atas usia saya beberapa saat yang lalu mengenai bagaimana sebaiknya mereka memproduksi volume suara yang mereka hasilkan dari gelak tawa kebahagian dari bermain game di malam hari, mengingat jam sudah menunjukkan pukul 23.30 WIB dan kos kami berada di wilayah padat penduduk, sampai kepada respon yang sudah saya perkirakan. Bukannya mengucapkan terimakasih atas kemauan saya mengingatkan mereka, justru serangan balik yang dilontarkannya dengan sangat sinis. Sebenarnya permasalahan volume suara yang melebihi ambang batas ini sudah sering mengemuka di kosan kami yang sederhana ini. Namun, mengingat pada kesempatan-kesempatan sebelumnya pihak warga yang diwakilkan oleh Ketua RT dan atau Ketua RW yang langsung datang menegur mereka, maka saya berinisiatif untuk mengingatkan sebelum kejadian yang sama sekali tidak enak kembali terjadi yang justru membawa saya pada penyesalan yang mendalam.

 
Tidak ada perasaan sok baik, sok bijak apalagi sok suci yang menghinggapi benakku saat kuputuskan untuk memberitahu bahwa malam sudah terlalu larut untuk volume suara semaksimal itu. Sebenarnya jiwaku sudah mulai terusik saat permainan dimulai dan menyertakan seorang teman wanita di dalamnya dengan tentu saja gelak tawa yang membahana sampai pukul 22.00 malam, bagi saya tidak masalah mau sebesar apa volume suara yang mereka hasilkan, namun mengingat sudah terlalu sering teguran datang menghampiri kos kami karena sebab yang sama, maka demi menjaga nama baik semua penghuni kos dan pendahulu-pendahulu kos kami yang dikenal sebagai mahasiswa yang beretiket baik, hatiku tergerak untuk sekedar mengingatkan bahwa jam telah menunjukkan pukul 23.30 WIB.

Jika saya berada pada posisi yang diingatkan mungkin perasaan saya akan sedikit terganggu dengan "human alarm" itu, namun mengingat segala sesuatunya menyangkut banyak pihak maka bisa saya pastikan ucapan terimakasih lah yang akan keluar dari lisan saya, bukannya justru komplain yang malah menyudutkan si pemberi saran, bahkan kalaupun kata terima kasih tidak terlontar saya akan segera merubah perilaku yang kurang pas untuk waktu seperti itu dengan mengurangi volume suara yang saya hasilkan. Dan itu sudah sering saya lakukan ketika ada teguran saat saya sedang asik-asik berkaraoke di kamar sendiri di sore hari (heheheeheh).

Namun, ternyata taraf kedewasaan seseorang itu berbeda-beda. Bukannya saya merasa sudah dewasa, namun setidaknya saya berusaha untuk menanggapi berbagai hal dengan lebih bijak mengingat usia yang sudah 1/4 abad.

Banyak orang yang beranggapan bahwa semakin besar angka usia seseorang maka semakin dewasa pula orang tersebut. Namun di balik semua anggapan-anggapan umum itu banyak yang justru tidak menyadari bahwa usia bukanlah jaminan kedewasaan dalam berperilaku, berpola pikir dan menanggapi permasalahan yang ada dalam hidup yang semakin complicated ini. Banyak jiwa kanak-kanak yang masih terperangkap dalam tubuh dan sosok dengan bilangan umur tidak muda lagi yang menjadi contoh di masyarakat, dan yang paling jarang kita temukan adalah jiwa dewasa dalam usia yang relatif muda.

Sudah terlalu banyak contoh dari ketidakmampuan usia menjamin kedewasaan seseorang. Yang paling bisa kita lihat dengan kasat mata adalah kekanak-kanakannya anggota-anggota parlemen yang terhomat kita yang masih saja menganggap bahwa kekerasan atau adu otot dan kekencangan volume suara bisa menyelesaikan berbagai masalah, dan solusi hanya akan keluar dari suara terbanyak dan terlantang. 

Sebenarnya, jiwa dewasa sudah ada dalam diri setiap orang. Hanya saja ego, rasa ingin dihormati, rasa ingin membuktikan diri dan rasa tidak ingin terlihat rapuh dan lemah di hadapan orang lain membuat kedewasaan justru tertutupi kabut sifat kekanak-kanakan yang sama sekali tidak memberikan efek positif sedikitpun terhadap bagaimana kita berperilaku dalam masyarakat dan image kita di hadapan khalayak.

Orang-orang yang masuk dalam golongan seperti ini biasanya memiliki ciri umum yang identik,
  • Sangat susah untuk memahami keinginan orang lain sebab keinginan diri sendiri menjadi hal paling utama yang harus dipenuhinya dengan berbagai cara sekalipun.
  • Tidak ada kesadaran untuk mengakui kesalahan diri sendiri meskipun secara sadar mengetahui bahwa tindakannya menyalahi aturan.
  • Menganggap remeh segala hal yang ada, baik yang tidak terlalu serius bahkan yang sangat serius sekalipun, biasanya ucapan seperti "udahlah, kita lupain aja masalah yang satu ini" akan terlontar ketika diajak membicarakan permasalahan yang justru tidak akan memberikan jalan keluar dari permasalahan-permasalahan dasar yang dihadapi sampai kapanpun.
  • Tidak memiliki rasa bersalah, misalnya membatalkan janji dengan seenaknya secara tiba-tiba, tanpa alasan yang jelas, dan tanpa penjelasan apa-apa. .
Secara sadar saya mengakui bahwa sifat-sifat seperti itu masih gemar menjadi bagian dari perilaku sehari-hari, namun usaha yang sangat keras masih saya lakukan untuk setidaknya mengurangi kemunculannya dalam perilaku sehari-hariku.


Menjadi tua itu pasti, tapi menjadi dewasa itu pilihan Anda. 
Malulah pada usia anda jika anda masih bertingkah kekanak-kanakan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar