Search it here

Senin, 22 April 2013

SMS-mu Harimau-mu

Pernah dengar pepatah "Mulutmu Harimaumu!"
Ya, pepatah yang selalu mengingatkan kita untuk selalu berhati-hati dalam mengucapakan sebuah pernyataan bahkan sebuah pertanyaan.


Di jaman komunikasi tingkat tinggi seperti sekarang ini, setidaknya orang-orang semakin jarang bertemu tetapi semakin mudah untuk berkomunikasi. Social Media  baik Facebook, twitter, YM, Line, WeChat dan sebagainya merupakan media-media baru yang bersandingan dengan telepon genggam dalam mempermudah dan mempersingkat komunikasi sesama manusia. Namun, layaknya mulut, media-media sosial juga terkadang mendapatkan kritikan saat sang pemilik akun mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang kurang berkenan bagi beberapa pihak. Mulai dari sangsi tidak diajak dalam obrolan (dalam media sosial), akun diunfollow, diblock bahkan sampai diflag.Atau jika anda cukup beruntung menjadi selebritas baik sebagai artis, elit politik, aparat penegak hukum dan anggota parlemen, maka anda akan menjadi bahan pemberitaan berhari-hari di Televisi, koran dan majalah on-line hanya karena statement anda di media sosial.

Menjaga setiap pernyataan yang kita buat merupakan kewajiban yang harus selalu kita pegang teguh beriringan degan hak menyampaikan pendapat yang kita kantongi dari Undang-Undang Dasar negara ini. Statement yang bertanggungjawab, itulah mungkin lebih tepatnya. Namun, menambah kadar kesabaran dan pemikiran positif dari setiap pernyataan yang dilontarkan oleh setiap orang juga merupakan sebuah keharusan, agar kita tidak menjadi sosok yang "sedikit-sedikit" tersinggung.

Akan selalu menjaga dan mempertimbangkan setiap pernyataan yang akan saya lontarkan baik secara lisan, tertulis, maupun lewat SMS menjadi hal yang akan selalu saya ingat sejak saat ini, sejak 2 orang staf yang pulang terlambat ke kantor aku SMS dengan redaksi kalimat yang menurutku wajar namun tidak mengenakkan bagi mereka. Nah, begitulah komunikasi yang tidak berjalan dengan baik. Berawal dari keterlambatan mereka kembali ke kantor, akhirnya aku memutuskan untuk  menanyakan status dan keadaan mereka di lapangan apakah sudah dalam perjalanan atau seperti apa. Namun semuanya membuatku sedikit terkejut karena sampai jam pulang pun (16.30 WIB, red) mereka masih menggarap lahan persawahan milik petani, padahal sejak pagi saat briefing aku sudah mengingatkan mereka untuk setidakna menyelesaikan penggarapan sawah untuk kegiatan demo produk sejak pukul 15.30.

Kapasitasku yang dianggap tidak dan belum mengetahui situasi di lapanganlah yang membuat mereka sepertinya tidak senang dengan redaksi kalimatku yang kurang lebih isinya sebagai berikut ketika mereka menjawab SMS ku dengan jawaban " ini lagi nggarap sawah pak"
" Lhoo, kog bisa?? Bukannya tadi sudah dibilang untuk selesai garap jam 15.30? kalian itu ya mbok kalau ada apa2 kabar2 ke kantor, ini kalian ditinggal aja ya, nanti kalau sudah sampai ke gudang sms saja."
Sampai saat ini saya masih sedikit bingung redaksi kalimat bagian mana yang menyudutkan mereka?
Bukankah wajar jika seorang atasan menunjukan ketegasan kepada bawahan yang jelas-jelas tidak mengindahkan apa yang telah diinstrusikan? apalagi tanpa konfirmasi.



Sore itu memang tidak ada lagi respon lanjutan dari kedua stafku itu, hingga akhirnya ada profokator yang sampai saat itu masih sulit untuk aku atasi yang membuat mereka semakin panas dan akhirnya membawa permasalahan ini ke briefing  pagi keeseokan harinya. Awalanya aku hanya menggap ini sebagai kritik keras atas kepemimpinanku, namun semuanya kurasa semakin keterlaluan dan menyudutkanku ketika ada pihak yang sama sekali tidak punya kapasitas untuk mengomentari apalagi sampai dengan jelas menunjuk namaku dan menyatakan tindakanku itu tidak baik dan tidak sopan.
Akhirnya, hari itu aku memutuskan untuk tidak lagi menanyakan keadaan mereka di lapangan karena aku sama sekali tidak mau dikatakan tidak menghargai kinerja orang di lapangan dan hanya tahu memerintah.

Setidaknya atas kejadian ini aku semakin berhati-hati dalam mengirimkan pesan singkat kepada siapapun.

Sabtu, 13 April 2013

Lonelly,...

Tiba-tiba merasakan kesendirian, bukan, kesepian lebih tepatnya. Masa dimana aku benar-benar sendirian mengisi keseharian di sekeliling orang-orang yang benar-benar baru di daerah yang benar-benar berbeda jauh dengan Jogjakarta, kota di mana kumenempuh pendidikan selama 6 tahun.

Egois memang ketika banyak wajah-wajah baru menyeringai menyimpulkan senyuman di sekitar kita seolah ingin mengabarkan kepada hati kita bahwa kita tak sendiri, kita tetap saja merasa sendiri, sepi, kesepian.

 

Perasaan yang wajar adanya dirasakan oleh mereka yang baru meninggalkan tempat lama yang penuh kenangan, termasuk aku. Jauh dari kedua orang tua nun jauh di sana, meninggalkan keindahan jogja dan kenangan-kenangannya untuk menempuh hidup baru, dunia kerja yang sangat jomplang dengan kesantaian selama menempuh perkuliahan di kota Medan yang budayanya sangatlah bertolak belakang dengan Jogjakarta. Wajah-wajah baru yang menggairahkan semangat untuk menunjukkan kapasitas diriku, keadaan masyarakat sekitar yang 100% beda dengan lingkungan mahasiswa dulu.

Aku, disaat pekerjaan mulai menguras waktuku untuk sejenak beristirahat, masuk kantor setiap senin sampai sabtu dimulai pukul 8.30 sampai 17.00 akhirnya menemukan titik dimana aku butuh tempat untuk bercerita. Sosok untuk berbagi keluh kesah. Awalnya, telepon dan SMS merupakan solusi tersepat dan terealistis yang dapat kulakukan untuk sejenak mengusir rasa kesendirianku ini. Hampir semua daftar nomor telepon di phone book HP ku panggil, namun terkadang hanya berujung deringan yang diakhiri dengan tanda sibuk. Ya, awalnya kumerasa "apa susahnya sih sekedar mengangkat telepon?" namun akhirnya kumenyadari bahwa masing-masing orang memiliki masalahnya sendiri-sendiri dan kesibukan serta dunia masing-masing. Hanya beberapa panggilan yang berhasil mendapatkan sambutan, walaupun akhirnya aku mengurungkan niat untuk sejenak bercerita dan berbagi keluh kesah karena terkadang tidak semua orang cocok dan mau untuk menampung uneg-uneg dan keluh kesah yang kita miliki. 

Untung buatku, masih ada beberapa teman yang mau dan siap memberi masukan agar aku semakin kuat melalui hari-hari baruku di sini. Walaupun sebenarnya hanya lewat chatting di Facebook atau Yahoo Messenger. Susahnya beradaptasi dengan lingkungan kerja yang jauh dari kata disiplin hingga masalah ketidaksukaan akan cara orang lain menyelesaikan masalah pekerjaan yang justru membuat masalah baru untuk ku. Egois memang ketika aku menyampaikan segala keluh kesahku tentang orang lain dan interaksiku dengan mereka tanpa tahu latar belakang mereka secara detil. Tapi bukankah suatu kewajaran ketika kita berada di suatu lingkungan baru akan timbul perasaan-perasaan susah beradaptasi?

Terkadang aku merasa terlalu banyak mengeluh akan hal-hal yang kulalui dan kualami dalam kehidupanku, tapi itulah aku, manusia yang berkarakter lemah dengan casing yang kokoh ibarat kaum mollusca yang berhasil menyembunyikan betapa rapuhnya sosok sebenarnya dari diri mereka dibalik cangkang yang yang kokoh.