Search it here

Selasa, 01 Juli 2014

Akhirnya ke "Lavatory"

Seiring dengan tuntutan pekerjaan yang mengharuskan aku minimal 6 bulan sekali melakukan perjalanan dengan pesawat terbang, maka ketakutanku akan ketinggian - Acrophobia - atau lebih spesifik lagi - Aerofobia - terpaksa harus bisa kukendalikan.


Aku yang selama ini lebih memilih transportasi darat atau laut ketika harus berpindah tempat yang lumayan jauh akhirnya harus merelakan diri bertahan dengan ketakutan yang amat sangat ketika harus menggunakan jasa layanan maskapai penerbangan. Kapal laut dan kereta api atau bus merupakan pilihan utamaku seandainya waktu yang diberikan untuk berpindah tempat lebih dari 2 hari, mengingat lokasi penempatanku di Medan, Sumatera Utara dan kantor pusat perusahaanku ada di Yogyakarta. Namun mengingat kebiasaan kantorku menginstuksikan untuk berpindah tempat dalam hari yang sama maka solusi menggunakan lalulintas darat sangatlah tidak mungkin. Terbang dengan pesawat terbang menjadi solusi satu-satunya.

Ketika di atas kabin? tidak perlu dipertanyakan apa yang kuperbuat. Begitu suara lembut ala pramugari yang direkam dan diputar berpuluh-puluh kali dalam satu hari berkumandang memenuhi kabin pesawat yang mulai sesak saat kakiku bahkan belum kujejakan kedalammnya, kakiku mulai terasa lebih dingin dan lebih basah dari sebelumnya. Tidak banyak yang dapat kuperbuat, air mineral 500ml yang biasa kubawa tidak habis-habisnya kuminum sampai tetes terakhir. Keringat mulai membasahi dahiku, kaki semakin terasa dingin bahkan kaus kaki yang kukenakan terasa basah, tangan berkeringat dan jantung berdegup semakin kencang. Aku takut, was-was, yang kemudian menciptakan berbagai skenario di dalam otakku tentang apa saja kemungkinan yang akan terjadi dan bagaimana aku harus menghadapinya.
Kadang aku tersentak ketika pesawat melewati gumpalan awan yang mengakibatkan guncangan di dalam kabin pesawat. Istighfar disertai memegang sandaran tangan atau bahkan kursi penumpang di depanku. Malu kadang melanda saat diriku dengan tidak sadar melakukan itu ketika 2 penumpang lain pada barisku adalah wanita atau bahkan anak kecil.

Terkadang, karena terlalu banyak mengonsumsi air putih sebagai pengendali stres, akhirnya berbuntut pada penuhnya kandung kemihku yang memaksa cairan di dalamnya saling berdesakan untuk keluar. Tapi apa yang kuperbuat? Duduk dengan menahan agar air seni tersebut tidak sampai keluar sebelum pesawat yang kutumpangi mendarat dengan selamat, yang berbuntut pada tergesa-gesanya diriku keluar dari pesawat begitu pramugari mempersilahkan untuk turun. Dan tujuan pertamaku bukanlah tempat pengambilan bagasi melainkan toilet.

Pilihan itu kulakukan karena menurutku berjalan ke lavatory merupakan perjalanan yang sangat amat membutuhkan perjuangan perlawanan mental. Jauh, dan melelahkan jika aku harus membayangkan berjalan di atas udara dari kursi ke kursi menuju ke lavatory terdekat.
Tidak pernah kubayangkan bentuk lavatory pesawat seperti ini, sampai akhirnya pada penerbangan dari Medan ke Jakarta yang memakan waktu 2jam 15 menit pertahanan rasa takutku yang menahan hasrat buang air kecil jebol. Kuberanikan diri, membaca bismillah, memperhitungkan jarak yang harus kutempuh dari kursi nomor 11 sampai ke lavatory terdekat atau lavatory bagian depan pesawat. Malang bagiku, ketika semua sudah siap 100% untuk menuntaskan hasratku, ternyata penumpang lain dari kursi lebih depan kemudian berdiri dan menuju lavatory yang sama ketika langkahku baru sampai deretan kursi nomor 7. Malang tak dapat dihindari akhirnya aku berbalik arah dan melanjutkan langkahku menuju lavatory bagian belakang pesawat. Hm.. keberanianku semakin berkurang dan hasrat buang air kecilku semakin tak tertahan, mungkin karena aku akhirnya memberanikan diri untuk berdiri dan secara psikologis seluruh syaraf motorik dan sensorikku memerintahkan untuk besiap berkemih.

Kulangkahkan kakiku menyusuri seat demi seat sembali menahan hasrat buang air kecil, dan tau? ketika aku satu baris lagi sampai di lavatory belakang, penumpang yang tadi menyerobot lavatoryku baru saja selesai menuanikan hajatnya...-_-!. 

Satu bagian yang menurutku menambah tingkat keseraman buang air di lavatory pesawat terbang adalah ketika selesai menyempurnakan hajat, flushnya akan mengeluarkan suara yang sangat tidak umum dan cenderung membuat takut penggunanya khusunya saya.

Begitulah perjuanganku untuk menuntaskan hajatku di lavatory pesawat terbang, yang membuatku sedikit mengontrol konsumsi air minum sebelum menikmati layanan penerbangan suatu maskapai.